Prancis Siap Akui Palestina: Keputusan Berani Macron yang Guncang Dunia Internasional

 


Langkah Presiden Emmanuel Macron untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka pada bulan September mendatang bukan sekadar manuver diplomatik. Ini adalah sinyal tegas dari Prancis yang bisa mengubah dinamika Timur Tengah dan membuat banyak negara Barat, termasuk sekutu dekat seperti Amerika Serikat, merasa tidak nyaman.

Jika rencana ini benar-benar terlaksana, Prancis akan menjadi negara Barat pertama anggota Dewan Keamanan PBB yang secara resmi mengakui Palestina. Sebuah langkah berani yang dapat memperkuat posisi diplomatik Palestina sekaligus menekan Israel untuk mempertimbangkan kembali pendekatannya terhadap konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Namun, keputusan ini tak lahir dari ruang kosong. Ada perjalanan panjang, diplomasi yang alot, tekanan publik, hingga perhitungan geopolitik yang sangat kompleks di baliknya.


Dari Al-Arish ke Paris: Titik Balik Seorang Presiden

Segalanya bermula ketika Macron mengunjungi kota Al-Arish di Mesir, dekat perbatasan Gaza, pada bulan April lalu. Di sana, ia menyaksikan langsung krisis kemanusiaan yang semakin memburuk akibat konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas.

Pemandangan memilukan di lapangan tersebut mengubah pandangannya. Sekembalinya ke Prancis, Macron menyatakan bahwa negaranya tidak bisa lagi hanya menjadi penonton. Prancis, katanya, harus berdiri tegak di sisi keadilan dan kemanusiaan. Pengakuan terhadap Palestina pun menjadi agenda resmi yang segera digulirkan.


Misi Gagal: Upaya Macron Menggandeng Sekutu

Dalam upaya memperkuat langkah ini, Macron mengajak beberapa negara besar—khususnya sesama anggota G7 seperti Inggris dan Kanada—untuk mengakui Palestina secara kolektif. Ia berharap, melalui kekuatan bersama negara-negara besar, pengakuan ini akan memiliki bobot politik dan simbolik yang lebih kuat.

Namun harapan itu kandas. Tiga diplomat mengungkapkan bahwa Inggris enggan memicu kemarahan Amerika Serikat, yang selama ini menjadi sekutu utama Israel. Kanada pun memilih bersikap hati-hati dan tidak ingin terlibat terlalu jauh.

"Semakin jelas bahwa kami tidak bisa terus menunggu mitra," ujar seorang diplomat Prancis kepada Reuters. Maka, Macron memutuskan untuk melangkah sendiri, meski tahu risikonya besar.


Tekanan dari Dalam Negeri: Emosi yang Mendidih

Keputusan ini juga tidak lepas dari tekanan domestik. Prancis, yang merupakan negara dengan jumlah komunitas Muslim dan Yahudi terbesar di Eropa, tengah menghadapi gelombang protes dan perdebatan tajam akibat kekerasan yang terus berlangsung di Gaza.

Gambar-gambar memilukan dari korban sipil Palestina—terutama anak-anak—membanjiri media dan memicu kemarahan publik. Di tengah situasi politik yang sangat terpolarisasi, Macron dipaksa untuk mengambil sikap. Dan pengakuan terhadap Palestina dipandang sebagai langkah paling tegas untuk menyuarakan solidaritas kemanusiaan.

Namun, seperti semua keputusan besar dalam politik luar negeri, langkah ini menuai pro dan kontra.


Kecaman dari Israel dan Amerika Serikat

Israel dan Amerika Serikat dengan cepat mengecam rencana Prancis ini. Mereka menyebutnya sebagai “hadiah” bagi kelompok militan Hamas, yang telah menyerang Israel pada 7 Oktober 2023 lalu dan memicu gelombang perang di Gaza.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan secara pribadi mengecam Macron, dan menurut beberapa sumber, telah melobi keras agar Prancis membatalkan niatnya. Mereka memperingatkan bahwa langkah ini bisa berdampak pada hubungan intelijen, kerja sama keamanan, hingga inisiatif diplomatik Prancis di kawasan Timur Tengah.

Presiden Donald Trump, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa pengakuan itu "tidak berdampak besar" tapi menyebut Macron sebagai "orang baik"—pernyataan ambigu yang mencerminkan ketidaksetujuan yang ditahan.


Konferensi Kunci dan Agenda Strategis

Sebelumnya, Prancis dan Arab Saudi berencana menyelenggarakan konferensi bersama di PBB pada bulan Juni untuk menyusun peta jalan menuju negara Palestina yang merdeka dan menjamin keamanan Israel. Namun, rencana itu tertunda karena tekanan diplomatik dari AS dan meningkatnya ketegangan pasca serangan udara Israel ke Iran.

Kini, versi konferensi yang dijadwal ulang akan digelar awal minggu ini di tingkat menteri. Tapi bukan itu puncaknya. Prancis akan menyelenggarakan pertemuan para kepala negara di sela Sidang Umum PBB pada bulan September, dan di situlah Macron akan secara resmi mengumumkan pengakuan kenegaraan Palestina oleh Prancis.


Macron: Katalisator atau Pencetus Ketegangan?

Beberapa pengamat menyebut Macron bukan hanya ingin mengakui Palestina, tetapi juga ingin menjadi katalisator perubahan. Dengan memberi sinyal kuat ke komunitas internasional, Macron berharap:

  • Palestina mau menjalankan reformasi politik yang lebih inklusif,

  • Negara-negara Arab terlibat dalam stabilisasi kawasan,

  • Dan Hamas mulai melucuti senjata dan menyerahkan kendali keamanan kepada otoritas yang lebih moderat.

Namun tidak semua pihak seoptimis itu.

“Pengakuan ini mungkin simbolis, tapi apa artinya jika Gaza hancur lebur?” kata Amjad Iraqi, analis senior di International Crisis Group. Menurutnya, tanpa tekanan yang kuat pada Israel, pengakuan semacam ini hanya akan jadi gestur politis tanpa perubahan nyata di lapangan.


Lobi Israel dan Ancaman Balasan

Pejabat Prancis mengakui bahwa selama berbulan-bulan terakhir, Israel melakukan lobi besar-besaran untuk menghentikan langkah ini. Bahkan, ada sinyal bahwa Israel bisa melakukan aksi balasan, seperti:

  • Mengurangi berbagi intelijen dengan Prancis,

  • Menghambat inisiatif Prancis di kawasan Timur Tengah,

  • Hingga mengisyaratkan kemungkinan aneksasi sebagian wilayah Tepi Barat.

Namun, para pejabat di Paris tampaknya tidak gentar.

Menurut mereka, Netanyahu akan tetap menjalankan kebijakan yang dianggap menguntungkan Israel, terlepas dari apa pun yang dilakukan negara lain.

Belum ada Komentar untuk "Prancis Siap Akui Palestina: Keputusan Berani Macron yang Guncang Dunia Internasional"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel